Wajib Diperhatikan! Inilah Dampak Buruk Bagi Anak yang Menyaksikan KDRT Secara Jangka Panjang

Wajib Diperhatikan!  Inilah Dampak Buruk Bagi Anak yang Menyaksikan KDRT Secara Jangka Panjang

Durasi Waktu Baca : 4 Menit




Jakarta, Sekolah Cikal. Keluarga seringkali menjadi rumah tempat kembali bagi anak. Dari keluarga pula, pengembangan karakter dan praktik baik anak bermula dari setiap aktivitas serta dialog yang dibangun bersama. Namun, bagaimana jika anak-anak sejak dini dihadapkan pada kejadian Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan bahkan menjadi saksi kejadian yang berlangsung di dalam keluarga, terutama menjadi saksi KDRT orang tuanya? 


Psikolog Klinis Anak dan Konselor Sekolah Cikal, Winny Suryania, M.Psi., Psikolog menjelaskan bahwa apabila anak menjadi saksi dari kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di rumah maka hal ini akan memberikan dampak yang signifikan bagi tumbuh kembangnya secara fisik dan perkembangan emosinya secara jangka panjang. 


Ia menyebutkan secara umum terdapat dua dampak besar yang akan memengaruhi tumbuh kembang anak, antara lain sebagai berikut:


Pertama, Munculnya Perasaan Tidak Aman dan Sulit Untuk Percaya Terhadap Orang Lain


Sebagai Psikolog yang seringkali menangani kasus KDRT yang melibatkan anak sebagai saksi, Winny menyebutkan bahwa secara esensial rumah dan keluarga adalah tempat yang seharusnya paling aman untuk anak dalam berkembang, belajar mengidentifikasi dan membentuk rasa aman dalam dirinya. 


“Rumah dan keluarga diharapkan menjadi tempat paling aman untuk anak dalam berkembang, sekaligus tempat mereka belajar mengidentifikasi dan membentuk konsep rasa aman dan nyaman untuk dirinya sendiri. Saat anak menyaksikan secara langsung kejadian KDRT di rumah, tentunya hal ini dapat memberi dampak untuk tumbuh kembangnya baik secara fisik maupun perkembangan emosi anak tersebut.” ucapnya. 


Namun, dengan adanya KDRT yang disaksikan secara langsung, tentu menghilangkan perasaan aman yang seharusnya timbul dan juga menghilangkan kepercayaan bagi anak untuk berkembang dengan pendampingan keluarga.  


“Dengan menyaksikan KDRT, anak dapat merasa terancam, takut, cemas dan masalah rasa percaya. Hal ini timbul karena anak merasa tidak aman pada lingkungan terdekatnya dan akhirnya anak dapat membentuk persepsi bahwa lingkungan sekelilingnya pun menjadi  tidak aman bagi dirinya. Anak sulit membentuk rasa percaya pada orang lain dan pada akhirnya menciptakan interaksi yang negatif. “ jelasnya. 


Baca juga : Hindari KDRT dengan Manajemen dan Resolusi Konflik Bersama Pasangan Sejak Dini!


Kedua, Timbulnya Perilaku Agresif Pada Anak 


Selain memunculkan perasaan tidak aman dan hilangnya rasa percaya terhadap orang lain secara jangka panjang, dampak kedua yang timbul pada anak yang menjadi saksi KDRT adalah timbulnya perilaku agresif pada anak. 


“Dampak berikutnya bisa jadi memunculkan perilaku agresif pada anak. Menyaksikan KDRT di rumah sama saja dengan memasukkan perilaku kekerasan dalam pemikiran anak dalam menghadapi masalah, mengambil keputusan bahkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Pada akhirnya anak lebih banyak terlibat masalah dan tidak kurang dapat meregulasi emosinya dengan lebih tepat.” jelas Winny. 


Winny, yang juga merupakan konselor di Sekolah Cikal juga, menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara intimidasi di sekolah dan kekerasan yang dialami atau disaksikan di rumah. 


Apabila anak menyaksikan kekerasan di rumah dan tidak terdapat pola intervensi yang dilakukan, maka dalam diri anak akan timbul perilaku agresif yang membuat dapat menormalkan jenis perilaku negatif yang ia alami dan mendorongnya untuk melakukan hal yang sama  untuk  mendominasi, melakukan kekerasan atau perbuatan mengintimidasi di sekolah. 


“Perlu dipahami dahulu bahwa dasar perilaku bullying adalah dominasi, kekerasan dan intimidasi. Ada hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara intimidasi di sekolah dan kekerasan yang dialami dalam situasi dirumah. Anak-anak yang terpapar dengan kekerasan di rumah dan tanpa ada bentuk intervensi apapun lebih memungkinkan mengalami gangguan psikologis yang juga bisa menimbulkan gangguan perilaku. Selanjutnya, anak-anak tersebut dapat menormalkan jenis perilaku negatif yang ia alami dan mendorongnya untuk melakukan hal yang sama  untuk  mendominasi/kekerasan/mengintimidasi di situasi sekolah.” jelas Winny. 


Baca juga : Pahami Bentuk-Bentuk Manajemen dan Resolusi Konflik Pasangan Suami-Istri agar Terhindar dari Tindakan KDRT!




Analogi Bola Salju Apabila Anak Menyaksikan KDRT Berkelanjutan


Winny menuturkan bahwa orang tua perlu waspada dan memperhatikan kondisi anak. Apabila anak menyaksikan KDRT secara berkelanjutan dan berulang, serta dampak-dampak di atas, baik itu munculnya perasaan tidak aman dan sulit untuk percaya terhadap orang lain, dan munculnya perilaku agresif anak karena anak tidak bisa meregulasi emosinya telah terjadi tanpa adanya intervensi dari psikolog atau lainnya, maka dampak tersebut akan membuat anak menjadi depresi, trauma dan sebagainya seperti bola salju.


“Dampak-dampak ini juga bisa menjadi bola salju yang kian lama memiliki efek yang lebih besar dan berkepanjangan. Dimana anak tumbuh menjadi pribadi yang memiliki gangguan kecemasan, depresi, trauma (Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD), dan juga gangguan yang mempengaruhi kondisi kesehatan fisik mereka.” tutur Winny. 


Di akhir kesempatan berbincang, Winny pun menutup dengan kembali mengingatkan orang tua untuk menciptakan kondisi rumah dan esensi keluarga yang dapat menjadi tempat paling aman bagi anak untuk bertumbuh, berkembang, dan membentuk konsep aman dan nyamannya sendiri sebagai manusia.(*)


Baca Juga :  Dikenal Sekolah Anti-Bullying, Sekolah Cikal Terapkan 3 Gerakkan Kolaborasi




Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut : https://bit.ly/cikalcs (tim Customer Service Cikal)




Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal 


  • Narasumber : Winny Suryania, M.Psi, Psikolog 


Winny merupakan seorang psikolog klinis anak yang menyelesaikan pendidikan S1 Psikologinya di Fakultas Psikologi YAI dan melanjutkan jenjang S2 di Magister Profesi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. 


Ia telah memiliki pengalaman dalam berpraktek selama di sekolah Cikal-Amri sebagai konselor murid-murid remaja untuk konsultasi perkembangan akademik sampai perkembangan emosional. Selain itu Winny juga praktek sebagai psikolog part-time di biro Kasaya dan LPSK. Winny  juga mendalami Art-therapy untuk membantu penanganan klien.


  • Editor : Layla Ali Umar 

  • Penulis : Salsabila Fitriana


I'M INTERESTED