
Durasi waktu baca : 3 menit
Jakarta, Sekolah Cikal Amri Setu. Seiring dengan berkembangnya berbagai metode pola asuh, terdapat istilah strawberry parenting yang akhir-akhir ini menjadi topik diskusi. Konsep ini menggambarkan gaya pengasuhan yang penuh kasih sayang, namun juga memiliki potensi jebakan yang perlu diwaspadai.
(Strawberry Parenting, pola pengasuhan yang dapat menjadi pisau bermata dua. Dok. Cikal)
Rendra Yoanda, Psikolog Klinis Anak dan Remaja, sekaligus Konselor dan Vice Principal SD di Sekolah Cikal Amri Setu membagikan penjelasan mengenai strawberry parenting dan dampaknya pada perkembangan emosional anak. Simak lebih lengkap di artikel berikut!
Baca juga : Mengenal Pola Asuh Otoritatif, Pola Asuh Tepat untuk Masa Kini!
Fenomena strawberry parenting muncul akibat pola asuh orang tua yang ingin melindungi anak-anak dari kesulitan. Menurut Rendra, konsep ini mirip dengan overprotective parents, di mana orang tua terlalu melindungi anak, sehingga berdampak pada kemandirian mereka.
“Dilihat dari paparan Rhenald Kasali di bukunya yang berjudul Strawberry Generation, generasi ini muncul karena adanya pandangan di kalangan orang tua bahwa cukup mereka saja yang mengalami kesulitan sementara anak-anaknya jangan merasakan kesulitan yang sama seperti mereka dulu. Dari perspektif psikologis, tipe pola asuh yang sejalan atau setidaknya cukup mendekati pandangan “strawberry parents” tersebut adalah Overprotective Parenting.” kata Rendra. Baca juga : Pahami Arti Pola Asuh dan Pengaruhnya Pada Kepribadian Anak Orang tua yang menerapkan strawberry parenting cenderung melindungi anak secara berlebihan (overprotective), tidak ingin anak terluka, merasakan kegagalan, hingga kekecewaan. “Ciri utama dari strawberry parenting yang sangat mirip dengan overprotective parenting adalah mencoba dengan penuh daya dan upaya untuk menjauhkan anak-anak mereka dari hal-hal yang bisa menimbulkan luka, baik secara fisik maupun psikologis, perasaan tidak bahagia, pengalaman tidak menyenangkan, penolakan, kegagalan, hingga kekecewaan dan penyesalan.” ucap Rendra. Rendra menambahkan, ciri lain dari strawberry parenting adalah orang tua selalu turun tangan untuk menyelesaikan masalah anak, sehingga anak tidak dapat belajar cara menghadapi sebuah tantangan dengan benar. “Orang tua yang mengadopsi pola asuh Strawberry/Overprotective Parenting ini umumnya akan terlibat langsung dalam konflik. Misal, dengan menghampiri anak yang berkonflik dan menanyakan alasan mereka berkonflik tanpa sebelumnya berdiskusi dengan orang tua dari anak tersebut. Atau, bisa juga mereka memarahi langsung anak lainnya sembari mengatakan tidak boleh ada orang lain yang memarahi anaknya selain mereka sendiri.” lanjut Rendra. Baca juga : Parent-Teacher Bonding, Cara Sekolah Cikal Pererat Hubungan antara Guru dan Orang Tua Pola asuh orang tua yang menerapkan perlindungan berlebihan dalam Strawberry Parenting dapat membuat anak kesulitan mengelola emosi dan menghadapi stres. Anak pun tidak memiliki penyelesaian konflik yang baik dan memiliki daya juang yang rendah. “Anak menjadi tidak siap untuk merasakan, memahami, dan menerima emosi-emosi negatif yang mereka rasakan. Mereka juga menjadi tidak siap untuk menghadapi stres karena saking cepatnya orang tua mereka bereaksi terhadap hal-hal yang terjadi sehingga mereka tidak memiliki gambaran atau pengalaman sama sekali dalam menghadapi stres. Hal ini membuat daya tahan dan daya juang mereka juga menjadi rendah.” tutup Rendra.(*) Baca juga : Psikolog Tari Sandjojo Jelaskan 3 Tahap Orang Tua Dampingi Remaja Atasi Stress Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut :+62 811-1051-1178 Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal Narasumber : Rendra Yoanda, Psikolog Klinis Anak dan Remaja, sekaligus Counselor dan Vice Principal Sekolah Dasar di Sekolah Cikal Amri Setu. Editor : Salsabila Fitriana Penulis : Rahma Yulia Ciri-Ciri Strawberry Parenting
Dampak Strawberry Parenting pada Perkembangan Emosional Anak
Informasi Cikal Support Center