Durasi Waktu Baca : 2 Menit, 24 Detik
Jakarta, Sekolah Cikal. Di masa ini, para orang tua muda semakin menyadari pentingnya memahami kebutuhan anak-anak dalam proses bertumbuh dan berkembangnya sejak dini.
Kesadaran itu pula yang membuka pemahaman akan pemerolehan pendidikan bagi anak, baik itu cakupan kriteria sekolah, pendekatan belajar, hingga pilihan program yang ingin dipilih oleh anak sendiri.
Namun, dalam praktiknya, masih ada beberapa pertanyaan yang seringkali muncul di kalangan masyarakat mengenai preferensi dan pertimbangan memilih pendidikan yang berbasis akademik atau karakter. Manakah yang lebih baik di antara keduanya?
Sebagai Praktisi Pendidikan Indonesia, Najelaa Shihab, menyatakan bahwa di masa sekarang ini, alangkah baiknya pemahaman orang tua tidak lagi sebatas membedakan mana yang lebih baik antara pendidikan akademik dan pendidikan karakter.
“Sudah bukan zamannya membedakan antara pendidikan akademik dan pendidikan karakter. Sudah bukan zamannya juga membedakan soft skill dan hard skills. Kenapa? Karena dunia itu butuh orang yang punya dua-duanya. Dan kalau kita meningkatkan satu hal kompetensi kita di bidang akademik itu sebetulnya kita juga sedang melatih hal-hal lain yang berkait dengan non-akademik.” tuturnya dalam sesi menjawab 22 pernyataan tentang Cikal.
Ia pun memberikan ilustrasi pemahaman mengenai kedua hal tersebut. Baginya dalam berbagai hal dan proses pembelajaran di kelas, setiap fase pembelajaran itu mengasah kemampuan akademik dan karakter setiap anak.
“Tidak mungkin seseorang paham matematika, kalau tidak punya komitmen; tidak mungkin dapat memahami Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains kalau tidak punya rasa keingintahuan; tidak mungkin dapat mahir atau jago dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) misalnya kalau tidak punya rasa empati dan keinginan untuk kontribusi. Jadi, jangan dipisah-pisahkan ya.” tambah Najelaa yang merupakan pendiri Sekolah Cikal.
Mendirikan Sekolah Cikal hampir 23 tahun lalu, Najelaa Shihab menceritakan bahwa proses pembelajaran yang dihadirkan di Cikal mengembangkan kompetensi setiap anak dengan proses belajar yang berkaitan erat dengan kehidupan nyata, serta memihak kepada anak untuk mendalami bidang atau program yang ia sukai.
“Sebagai lembaga pendidikan, Cikal ingin menjadi contoh praktik dalam hal ini sebagai sekolah yang memang betul-betul berbasis kompetensi, dan menerapkannya sejak dari usia dini sampai dengan usia orang dewasa tingkat tinggi. Cikal, komunitas pelajar sepanjang hayat, didirikan untuk mendorong perubahan. Bukan sekadar perubahan praktik di kelas dari apa yang saya atau nenek buyut kita alami puluhan atau ratusan tahun lalu, tetapi menggerakkan perubahan sosial—pendidikan yang berpusat pada anak, akan selalu menumbuhkan kekuatan masyarakatyang berpusat pada manusia.” jelas Najelaa.
Di kenal sebagai sekolah inklusi yang berbasis kompetensi sendiri, Sekolah Cikal yang didirikan oleh Najelaa Shihab dan Dewi Soeharto pun menekankan bahwa proses belajar yang dihadirkan di Sekolah Cikal sejak usia dini (PAUD) hingga jenjang SMA pun menumbuhkan setiap keunikan anak dan memberikan ruang bagi setiap anak menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri. (*)
Baca juga : Terkenal Sebagai Sekolah Berbasis Kompetensi, Ternyata ini Arti Penamaan Sekolah Cikal!
Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut : https://bit.ly/cikalcs (tim Customer Service Cikal)
Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal
Editor : Layla Ali Umar
Penulis : Salsabila Fitriana