Bahas Esensi dan Eksistensi Perjalanan Hidup Manusia, Tim Debat Sastra Sekolah Cikal Serpong Raih Juara Makalah Terfavorit Kompetisi Debat Sastra SMA Nasional!

Bahas Esensi dan Eksistensi Perjalanan Hidup Manusia, Tim Debat Sastra Sekolah Cikal Serpong Raih Juara Makalah Terfavorit Kompetisi Debat Sastra SMA Nasional!

Serpong, Sekolah Cikal. Pembelajaran Bahasa Indonesia yang menitikberatkan pada pemahaman sastra Indonesia kini semakin penting disadari oleh banyak pendidik, untuk menumbuhkan kemampuan dan kompetensi berpikir kritis dan mengasah kreativitas berargumen terhadap karya sastra.


Sekolah Cikal Serpong dalam hal ini menjadi salah satu cerminan sekolah yang berhasil mendorong minat murid memetakan, menganalisis, dan memahami secara utuh karya sastra dengan keberhasilan meraih juara favorit kategori makalah di Kompetisi Debat Sastra tingkat SMA Nasional 2021 yang diselenggarakan oleh Salihara Arts Center dengan mengangkat judul “Konstruksi Esensi dan Eksistensi dari Perjalanan Hidup Seorang Anak Manusia”.


(Tim Debat Sastra Sekolah Cikal Serpong meraih juara favorit kategori Makalah di Kompetisi Debat Sastra tingkat SMA Nasional 2021. Dok. Instagram Komunitas Salihara)


Nama Nayantaka, Wakili Karakter Murid Sekolah Cikal


Menggunakan penamaan tim Nayantaka, tim Debat Sastra Sekolah Cikal Serpong terdiri atas Rayyan Akmal Arsyad, Afzaal Izza Safridha, dan Salma Fatimah yang merupakan murid kelas 11 Sekolah Cikal Serpong.


Menurut pendidik Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus pembimbing tim Sekolah Cikal Serpong, Yosua Adhipta Nala Yudhistira atau yang akrab disapa Nala, pemilihan nama Nayantaka terinspirasi dari karakter murid-murid yang turut berpartisipasi dalam perlombaan ini.


“Pemilihan nama sebenarnya secara tiba-tiba muncul untuk mewakili setiap karakter pola pemikiran Rayyan, Afzaal, dan Salma yang memiliki bakat menulis alamiah.  Nayantaka itu berasal dari bahasa Sansekerta; nama lain dari Semar tokoh dalam pewayangan yang cenderung bijaksana dan berwawasan luas. Jadi, harapannya dapat menjadi branding kelompok kami untuk melihat fenomena dua novel dengan bijak, tidak buru-buru, detail sabar dan sebagainya.“ tutur Nala.


Tim Nayantaka melakukan analisis perbandingan dua novel yakni Semasa Kecil di Kampung (Muhamad Radjab) dan seri Sastra Dunia: Pater Pancali (Bibhutibhushan Banerji). Dengan waktu yang singkat dari Mei hingga September, menurut Nala, ketiga murid Sekolah Cikal Serpong pun berhasil menyusun dan melakukan analisis yang cukup tajam.


“Saya melihat dan mendampingi perjalanan ketiga murid ini dimulai dari proses brainstorming, menyusun pertanyaan, menggali informasi, membaca, hingga membuat analisis. Saya melihat pertumbuhan pola pikir mereka: Salma dengan pola pemikiran terbaiknya, Afzaal dengan informasi dan data, lalu ditambah dengan catatan pengalaman Rayyan. Saya melihat ada pertumbuhan mindset fokus dan ide mencakup eksistensi, pembangunan diri serta identitas seorang anak manusia. Saya melihat analisis cukup tajam dalam makalah yang disusun oleh mereka.” tambahnya.


Haus Tantangan, Keluar Zona Nyaman


Dalam sesi bincang-bincang bersama ketiga murid dari tim Nayantaka, Rayyan, Afzaal, dan Salma menceritakan awal mula cerita keikutsertaan mereka dalam Kompetisi Debat Sastra ini, baik dari ajakan Rayyan, haus tantangan, hingga ingin keluar dari zona nyaman.


Menurut Afzaal, keikutsertaannya pada lomba ini merupakan kesempatan yang baik baginya untuk mencoba mengasah kompetensi dirinya dalam lomba menulis.


“Pada awalnya aku diajak Rayyan untuk mencoba. Meskipun awalnya ragu, karena ini pengalaman pertama, dan lomba grup. Namun, aku pun berpikir bahwa ini bisa jadi kesempatan yang baik untuk diriku.” cerita Afzaal.


Selain Afzaal, ada pula Salma yang berbagi cerita mengenai keinginannya untuk mencoba pengalaman baru dan keluar dari zona nyamannya. Berbeda dengan dengan Afzaal dan Salma, Rayyan pun berbagi cerita mengenai keinginannya memperoleh tantangan baru dengan mengikuti lomba ini. 


“Mungkin salah satu motivasi aku adalah tantangan di dalam sekolah daring selama pandemi ini menurun. Sehingga aku mencoba menantang diri sendiri dengan ikut STUCO/OSIS dan lomba. Selain itu, akhir-akhir ini saya sangat suka menulis. Aku merasa dapat melatih kemampuan berpikir, menata pikiran, dan juga belajar untuk menyusun argumen secara terstruktur dan komprehensif.” cerita Rayyan. 


Cerita ketiga murid ini merupakan salah satu gambaran penanaman kebiasaan di Cikal, melalui 5 Cara Cikal salah satunya Memilih Tantangan (Challenging Choices) dimana murid diajarkan untuk berani mencoba keluar zona nyaman mereka.  


Sebagai kepala sekolah Cikal Serpong, Rosmayanti Mutiara atau yang disapa Yanti menyatakan apresiasi tertingginya kepada murid-murid yang tergabung dalam tim Nayantaka atas pencapaian yang diperoleh dan tentunya keberanian menantang diri keluar dari zona nyaman. 


“Kami sangat bangga dengan pencapaian ini. Mereka berpartisipasi dan menantang diri untuk berkompetisi di jalur Sastra Indonesia. Ide yang dikembangkan  dan dituangkan dalam makalah ini tentunya merupakan hasil buah pikiran, riset literasi serta kolaborasi kelompok sehingga menjadi sebuah tulisan yang bermakna yang bisa dinikmati oleh pembacanya.” ucap Yanti. 



Integrasi Pendekatan Saat Belajar Sastra di Sekolah Cikal


Dalam proses belajar sastra di Sekolah Cikal, Nala pun menceritakan bahwa di Sekolah Cikal pembelajaran tidak hanya fokus pada unsur intrinsik, ekstrinsik dan memetakan tokoh dan konflik, melainkan mengintegrasikan berbagai pendekatan.


“Proses belajar sastra di Cikal tidak hanya belajar unsur intrinsik dan ekstrinsik, atau sekadar baca novel dan memetakan tokoh dan konflik. Di Sekolah Cikal, anak-anak dapat menggali lebih dalam dengan berbagai pendekatan yang ada, baik itu pendekatan eksistensialisme atau sosiologis sehingga lebih komprehensif.” jelas Nala.


Terpilihnya tim Nayantaka sebagai timterfavorit juri kategori makalah menjadi salah satu cerminan alur pikir murid Sekolah Cikal yang berupaya untuk membuat karya yang menjadi representasi kehidupan, memanfaatkan serta menikmati sastra dan bukan sekadar ejaan. 


“Kurikulum di Sekolah Cikal mengakomodasi kesempatan murid melihat pembelajaran bahasa bukan sekadar ejaan dan itu hal penting. Mereka dapat memanfaatkan bahasa dan menikmati sastra sebagai laboratorium mini kehidupan, sehingga anak-anak dapat melihat masalah sosial dan fenomena di zaman yang mereka tidak mengalaminya dan memetakan responnya. Saya pun sebagai guru Bahasa dan Sastra merasa difasilitasi.” tutup Nala.(*)


I'M INTERESTED