
Durasi Waktu Baca : 2 Menit Surabaya, Sekolah Cikal Surabaya. Menyambut masa puasa pra paskah, murid-murid beragama Katolik di Sekolah Cikal Surabaya dari jenjang TK hingga SAM menghadiri misa Rabu Abu, pada Rabu (5/3). Rabu Abu sendiri merupakan awal dari rangkaian ritus masa pra paskah dengan mengoleskan abu di dahi sebagai tanda umat katolik memulai puasa dan melakukan pantangan. Seperti apa rangkaiannya dan pesan apa yang diajarkan kepada para murid beragama Katolik di Sekolah Cikal Surabaya? Tarsisius H. G. Pampuare, atau yang disapa Salves, Pendidik Program Agama Katolik di jenjang TK hingga SMA Cikal Surabaya, mengungkapkan bahwa tahun ini merupakan tahun pertama Sekolah Cikal Surabaya menggelar Misa Rabu Abu di lingkungan sekolah dan mengundang para orang tua untuk turut mengikutinya. “Tanggal 5 Maret kemarin, gereja memulai masa puasanya yang ditandai dengan hari Rabu Abu. Pada tanggal itu pula, Sekolah Cikal Surabaya memutuskan untuk mengadakan Misa Rabu Abu di area sekolah untuk pertama kalinya. Kegiatan ini juga menjadi pengalaman pertama bagi guru dan muird serta orang tua murid mengikuti perayaan Ekaristi di sekolah.” ungkapnya. (Misa Rabu Abu pertama kali digelar di Sekolah Cikal Surabaya. Dok.Cikal) Rangkaian Misa Rabu Abu di Sekolah Cikal Surabaya pada tahun ini dihadiri oleh Romo FX. Otong Setiawan, yang saat ini bertugas di Paroki St. Stefanus, Surabaya. Di misa yang berlangsung pada pagi hari tersebut seluruh murid dari jenjang TK hingga SMA yang beragama Katolik pun hadir dan mengikuti dengan hikmat. “Pada kegiatan ini murid, guru dan beberapa orang tua murid menerima Abu yang sudah diberkati Romo. Abu tersebut dioleskan ke dahi sebagai tanda yang mengingatkan bahwa manusia berasal dari debu dan akan menjadi debu. Fransiska Kurnia Dewi, Homeroom jenjang TK dan Pendidikan Inklusi Cikal Surabaya, mengungkapkan dalam acara misa, anak-anak dengan kebutuhan khusus juga turut serta dan mengikuti rangkaiannya. “Misa Rabu Abu juga dihadiri oleh murid-murid termasuk murid dengan kebutuhan khusus beserta orang tuanya, serta guru yang beragama Katolik.” ujarnya. Salves juga menuturkan bahwa sebelum dimulainya perayaan Ekaristi, beberapa murid yang turut serta diajak untuk bertugas dan diperkenalkan perlengkapan yang akan digunakan. Murid-murid yang turut bertugas pun dengan baik melakukan tugasnya. (Murid-murid Sekolah Cikal Surabaya bertugas dalam Misa Rabu Abu. Dok. Cikal) “Sebelum perayaan Ekaristi dimulai, beberapa siswa dikenalkan dengan perlengkapan yang digunakan dalam perayaan Ekaristi/misa. Selain dalam perayaan Ekaristi ini, beberapa orang murid pun bertugas sebagai lektor (pembaca) bacaan 1-2 kitab suci dan petugas pembawa Mazmur (Pemazmur). Murid pembawa Mazmur juga memiliki keberanian untuk menyanyikan Mazmur. Mazmur antar bacaan biasanya dinyanyikan/dibacakan.” jelasnya. Dalam Misa Rabu bersama dengan Romo, Fransisca menyebutkan bahwa anak-anak diajarkan dan diingatkan untuk melakukan pertobatan, berpantang, dan melakukan puasa. “Dengan adanya Misa Rabu Abu, tentu, mengajarkan pada murid yang beragama Katolik untuk melakukan pertobatan dengan berpantang bagi yang berusia 14 tahun ke atas, dan berpuasa jika sudah berusia 18 tahun ke atas. Untuk usia dibawahnya, tidak ada kewajiban untuk berpuasa dan berpantang, namun dapat mengenalkan cara berpuasa dengan makan kenyang 1x sehari yang wajib dilakukan pada Rabu Abu dan Jumat Agung, serta berpantang setiap hari jumat hingga Jumat Agung.” tuturnya. (Romo mengoleskan abu ke dahi murid-murid Sekolah Cikal Surabaya di Misa Rabu Abu. Dok. Cikal)Misa Rabu Abu Pertama Kali di Sekolah Cikal Surabaya
Murid Sekolah Cikal Surabaya Bertugas di Misa Rabu Abu
Pesan Bijak untuk Murid dan Keluarga di Sekolah Cikal Surabaya
Ia juga menjelaskan bahwa dalam proses rangkaian dikenalkan pula arti berpantang pada hal-hal yang disenangi, diajak untuk berpuasa dan berdonasi untuk sesama. “Anak-anak dikenalkan arti berpantang terhadap hal-hal yang kita senangi, diajak untuk APP (Aksi Puasa Pembangunan) dengan mendonasikan sejumlah uang atau apa yang kita miliki untuk berbagi dengan sesama.” ungkap Fransisca. Tak hanya itu, ada pula pesan mengenai kesederhanaan yang ditumbuhkan dalam diri para murid beragama Katolik Sekolah Cikal Surabaya yang disampaikan oleh Romo. “Dalam homilinya beliau berpesan kepada anak-anak untuk hidup lebih bersandar pada Tuhan dan menjalani hidup yang sederhana.” ucap Salves. Jika dikaitkan dengan pembelajaran Agama Katolik di Sekolah Cikal Surabaya, Salves menambahkan bahwa pesan yang disampaikan Romo FX erat kaitannya dengan pembelajaran agama Katolik dan Kristen di Surabaya yang diterapkan dengan pendekatan 5cs, salah satunya memberdayakan konteks. Artinya anak-anak memahami dengan baik ajaran iman dengan menghubungkannya pada kehidupan sehari-hari. “Pembelajaran agama Kristen/Katolik di Sekolah Cikal Surabaya bertujuan membentuk identitas yang kuat melalui pendekatan yang holistik, kontekstual, dan berbasis pengalaman. Pendekatan ini memastikan bahwa murid tidak hanya memahami ajaran iman secara intelektual, tetapi juga menghayati dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah maupun dalam peran mereka sebagai warga yang aktif dan bertanggung jawab.” imbuhnya.(*) Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut : https://bit.ly/cikalcs Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal Narasumber : Tarsisius H. G. Pampuare, Pendidik Program Agama Katolik di jenjang TK hingga SMA Cikal Surabaya. Fransiska Kurnia Dewi, Homeroom jenjang TK dan Pendidikan Inklusi Cikal Surabaya, Editor : Layla Ali Umar Penulis : Salsabila FitrianaInformasi Cikal Support Center