
Durasi Waktu Baca : 3 menit Jakarta, Sekolah Cikal Lebak Bulus. Di era digital saat ini, berbagai bentuk konten tantangan yang melibatkan anak, seperti Cookie Share Challenge, menjadi perbincangan. Tantangan ini dianggap sebagai salah satu cara untuk mengukur empati dan sikap berbagi anak, khususnya pada orang tuanya. (Anggi, Psikolog Pendidikan dan Konselor TK-SD Sekolah Cikal Lebak Bulus bagikan pandangan soal tren cookie share challenge. Dok. Cikal) Anggi Gracia Sigalingging, M.Psi., Psikolog atau lebih akrab disapa Anggi, Psikolog Pendidikan dan Konselor TK-SD Sekolah Cikal Lebak Bulus memberikan pandangannya mengenai Cookie Share Challenge dan apakah konten tantangan ini dapat dicontoh orang tua untuk mengajarkan empati pada anak. Baca juga : 3 Cara Sekolah Cikal Amri Setu Dampingi Orang Tua Menerapkan Pola Asuh Tepat Cookie Share Challenge, menurut Psikolog Anggi, adalah sebuah tantangan yang biasanya dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak mereka, yang bertujuan untuk melihat seberapa empati anak mereka, dan dibagikan ke media sosial. “Dalam hal ini, Cookie Share Challenge mengacu pada konten berisi tantangan untuk anak, di mana orang tua meletakkan sejumlah kue di atas beberapa piring yang ditutup dengan tisu atau kain. Ketika penutup dibuka, anak melihat bahwa dirinya mendapatkan dua keping kue, sementara salah satu dari orang tuanya tidak memperoleh kue sama sekali. Orang tua kemudian akan menunggu bagaimana respon anak terhadap situasi tersebut, apakah anak akan memilih untuk berbagi, atau menyimpan kedua kue tersebut untuk dirinya sendiri.” katanya. Baca juga : Psikolog Rendra Yoanda Bagikan 3 Cara Menyeimbangkan Ketegasan dan Kasih Sayang untuk Anak Mengingat konten berbagi kue ini direkam dan dibagikan di media sosial, Anggi menyampaikan bahwa satu reaksi anak dalam satu kondisi tertentu tidak bisa dijadikan sebagai gambaran utuh dari karakter yang dimiliki anak secara keseluruhan. “Empati dan kebaikan hati anak tidak bisa diukur hanya melalui satu situasi atau tantangan semacam ini saja. Respon anak dalam satu kondisi belum tentu mencerminkan keseluruhan karakter atau menjadi sebuah penilaian yang menyeluruh terhadap anak. Oleh karena itu, hasil dari tantangan ini sebaiknya tidak digeneralisasi atau dijadikan sebagai satu-satunya tolok ukur dalam menilai empati anak.” ungkapnya. Anggi juga menambahkan bahwa merekam anak dan membagikannya di media sosial menimbulkan dampak yang kurang baik di kemudian hari. Sebagai Psikolog Pendidikan, Anggi mengungkapkan bahwa daripada membuat konten tantangan dengan anak, lebih baik menjadikan konten tersebut sebagai bahan diskusi reflektif. “Anak dapat diajak membayangkan apa yang dapat mereka lakukan jika mengalami situasi serupa. Orang tua dapat memberikan gambaran dan diskusi dapat dimulai dari refleksi pribadi orang tua, dengan menyampaikan sudut pandang mereka dalam bentuk pernyataan yang positif dan menjadi contoh bagi anak. Contohnya, "Kalau Mama punya dua kue, sepertinya Mama akan berbagi dengan orang yang belum punya makanan, karena Mama senang berbagi dan makan bersama itu menyenangkan." Dengan pendekatan seperti ini, anak dapat memahami nilai empati dan berbagi dari pengalaman dan perspektif orang tua.” jelas Anggi. Anggi pun melanjutkan bahwa anak usia dini secara alami masih berada pada tahap perkembangan kognitif awal dan masih sulit memahami sudut pandang orang lain. Sehingga dalam hal ini, peranan orang tua sangat penting untuk perkembangan kognitif awal anak. “Pada usia ini, sudut pandang anak masih sering berpusat pada dirinya sendiri. Oleh karena itu, bimbingan dari orang tua maupun guru sangat dibutuhkan untuk membantu anak memahami bagaimana berempati dan menunjukkan perilaku yang sesuai dalam lingkungan sosialnya, dan penting untuk diingat bahwa satu reaksi anak dalam satu kondisi tertentu tidak bisa dijadikan sebagai gambaran utuh dari karakter atau nilai-nilai yang dimiliki anak secara keseluruhan.” tutupnya.(*) Baca juga : Kindness Box, Cara Psikolog SD Cikal Amri Setu Ajarkan Empati Sejak Dini Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut :+62 811-1051-1178 Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal Narasumber : Anggi Gracia Sigalingging, M.Psi., Psikolog, Konselor TK-SD Cikal Lebak Bulus Editor : Salsabila Fitriana Penulis : Rahma Yulia Penjelasan Mengenai Cookie Share Challenge
Cookie Share Challenge Bukan Tolak Ukur Sifat Empati Anak
Diskusi Reflektif Bangun Empati Anak Usia Dini
Informasi Cikal Support Center